Kamis, 01 Juli 2010

MENGAJAR SECARA KREATIF

MENGAJAR SECARA KREATIF

Oleh Janet Kuhns, MA[1]





PENDAHULUAN

Apa artinya “Mengajar Secara Kreatif”? Ada beberapa penjelasan yang dapat menolong kita. Seorang guru mengajar secara kreatif apabila:

* Ia membuat anggota kelasnya menjadi segar, bergairah dan tertarik kepada pelajaran.
* Murid-muridnya menjadi aktif, bukan pasif, dalam proses belajar.
* Kelasnya menjadi produktif dan ajarannya menghasilkan buah yang nyata, suatu perubahan yang tetap dalam kehidupan setiap murid.
* Ia menolong kelasnya untuk memahami isi firman Tuhan dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya menghafal beberapa fakta saja.
* Ia tidak hanya bercerita atau mengajar tetapi memberikan motivasi, membimbing dan mengarahkan muridnya.
* Firman Tuhan dijadikan sesuatu yang sungguh-sungguh hidup. “Truth into Life”.



Menghasilkan cara mengajar yang kreatif meliputi banyak hal: sifat pribadi seorang guru dan pengenalan akan Tuhan dan firman-Nya, masa persiapan pelajaran, caranya ia merencanakan isi pelajaran, keterampilan-keterampilan dalam memakai beraneka macam metode mengajar dan hubungan pribadi dengan setiap murid. Seorang guru yang tidak berani berpikir secara kreatif ataupun belum pernah diajar secara kreatif akan menghadapi lebih banyak tantangan tatkala ia ingin mengubah cara mengajar nya. Namun, dengan kemauan yang sungguh, keberanian untuk mencoba sesuatu yang baru dan dengan pengarahan yang jelas dan bermutu, ia dapat juga menjadi seorang guru yang kreatif.



Tidak waktu dalam session hari ini untuk membahas setiap faktor yang akan menghasilkan car mengajar yang kreatif. Namun ada beberapa topic yang akan dibahas.



MASA PERSIAPAN

Ada beberapa langkah yang tidak dapat dilewati jika kita akan mengajar secara kreatif.

1. Bacalah perikop firman Tuhan yang akan diajarkan mula-mula untuk diri sendiri: mencari fakta-fakta, lalu maknanya, implikasinya pada hidup sendiri.

2. Bacalah perikop firman Tuhan yang sama tetapi kali ini dari segi murid sendiri. Fakta-fakta apakah yang ia perlu tahu, apa maknanya bagi murid, implikasinya bagi hidupnya dan aplikasi firman Tuhan itu bagi hidup murid dan respons yang diharapkan.

3. Bacalah buku pedoman guru untuk memperhatikan isi pelajaran, garis besar dan metode yang disarankan.

4. Masa pengeraman. Untuk mengajar secara kreatif, langkah ini sangat penting. Dalam beberapa waktu sambil melakukan tugas sehari-hari, gagasan-gagasan akan muncul yang dapat memperkaya pelajaran. Roh Kudus akan menggerakkan kreativitas dalam pikiran guru. Ambillah waktu sejenak untuk mencatat secara kasar saja ide-ide yang muncul pada masa pengeraman ini.



MENYUSUN RENCANA PELAJARAN

Ada empat bagian utama dalam suatu pelajaran. Setiap bagian perlu dipikirkan dan direncanakan dengan sebaik-baiknya. Terlalu sering guru-guru sekolah minggu langsung menyampaikan cerita dan pelajaran Alkitab dengan tidak terpikirkan lebih dahulu: bagaimana sama saya dapat menarik perhatian murid saya kepada pelajaran hari ini, bagaimana saya dapat menolong dia mengetahui dan mengerti isi pelajaran, apakah yang saya inginkan sebagai hasil kelas kali ini. Oleh karena itu, kita akan mempelajari empat hal yang membentuk pola pelajaran.



A. Pikat

Meskipun kita sebagai guru selama satu minggu merenungkan isi Alkitab yang akan diajarkan, namun sewaktu murid kita masuk kelas, pikiran mereka tidak berkisar pada pelajaran yang akan kita ajarkan itu. Mereka sedang memikirkan teman, acara televisi, masalah di rumah, pesta yang sebentar mereka akan ikuti atau saudaranya di rumah yang sedang sakit. Langkah “Pikat” ini dapat digambarkan dengan mata kail karena guru ingin “menangkap” perhatian muridnya. Pikat adalah suatu Pendahuluan dari pelajaran yang memenuhi beberapa fungsi.

1. untuk menarik perhatian murid.

2. untuk memberikan motivasi kepada murid sehingga ia mau belajar.

3. untuk mengarahkan murid kepada penyelidikan firman Tuhan dan sasaran pelajaran.

Perhatikan bahwa suatu pendahuluan pelajaran, biar bagaimanapun menarik perhatian murid, harus selalu sesuai dengan tujuan dan isi pelajaran.



B. Kitab

Bagian ini yang paling lazim bagi guru-guru Sekolah Minggu karena isi pelajaran. Guru bercerita dengan menjelaskan isi pelajaran. Ia mengartikan kata-kata yang tidak dikenal, memberikan informasi baru, menafsirkan ayat-ayat firman Tuhan, mengulangi prinsip-prinsip utama dalam pelajaran dan menjawab pertanyaan-pertanyaan murid. Tujuan bagian ini ialah untuk menyampaikan informasi isi Alkitab dan menolong para murid mengerti ayat-ayatnya.



C. Lihat

Sekarang waktunya untuk beralih kepada implikasi kebenaran yang sudah dipelajari pada bagian di atas. Terlalu sering langkah ini diabaikan. Tetapi jika murid tidak dibimbing untuk melihat pengertian yang lebih dalam, yaitu hubungan kebenaran itu dengan kehidupan yang nyata, kelas Sekolah Minggu hanya merupakan pengisian kebenaran yang tidak ada hubungan dengan kehidupan sehari-hari. Murid-murid harus didorong untuk memikirkan tentang apa yang dapat mereka lakukan agar pelajaran Alkitab itu benar-benar hidup dalam pengalaman mereka sehari-hari: di rumah, di sekolah, di tempat bermain, dan di tengah-tengah lingkungan di mana mereka tinggal. Setiap guru harus menyadari bahwa Roh Kudus yang akan bekerja untuk memungkinkan langkah ini berhasil.



D. Buat

Sudah dijelaskan isi firman Tuhan dan artinya, implikasi pelajaran itu serta aplikasi, namun masih ada satu langkah lagi, yaitu respons. Jika murid-murid belum didorong untuk melakukan sesuatu dan untuk berubah, maka segala ajaran sia-sia saja. Seorang guru harus menolong murid-muridnya merencanakan bagaimana caranya mereka akan taat akan firman Tuhan. Meskipun seorang guru tidak dapat memaksa murid-muridnya untuk taat, namun ia dapat mengarahkan pikiran pada murid dan memberikan contoh-contoh serta motivasi agar murid-murid siap melakukan isi firman Tuhan.

Ada beberapa pertanyaan yang dapat diajukan kepada murid-murid kita. Kapan saudara akan mentaati isi Alkitab ini? Mengapa kebenaran-kebenaran ini sukar ditaati? Apakah yang dapat menolong saudara taat? Apakah yang firman Tuhan ajarkan secara khusus agar saudara perbuat? Dengan demikian murid-murid dapat membayangkan hal-hasil yang akan mereka hadapi dalam kehidupan mereka minggu depan dan dapat berpikir tentang bagaimana caranya mereka dapat taat.

Selain sasaran ini, guru dapat menolong murid-murid berlatih melakukan perintah-perintah Allah yang baru dipelajari. Dua contohnya: murid menjelaskan kata-kata macam apakah yang akan dikeluarkan apabila mereka difitnah, dicaci-maki atau dianiaya? Dengan memakai metode “role play” mereka dapat memperlihatkan bagaimana mereka akan membuktikan kasih kepada saudara-saudara di rumah.

Langkah ke empat yang sangat penting ini tidak dapat dilakukan dalam dua atau tiga menit saja atau secara terburu-buru pada waktu murid-murid mau pulang. Setiap langkah yang diuraikan sangat penting tetapi jika langkah keempat ini diabaikan, pelajaran Sekolah Minggu tidak akan menghasilkan perubahan yang diingini.



METODE MENGAJAR

Metode dapat diartikan sebagai “teknik”, “cara”, atau “prosedur”. Metode mengajar adalah cara yang dipakai oleh seorang guru untuk menghubungkan kebenaran Alkitab dengan para muridnya. Dalam hal mengajar secara kreatif, metode mempunyai peran penting. Tak dapat disangkal bahwa efektivitas suatu pengajaran sangat ditentukan oleh metode yang dipakai dalam usaha mengkomunikasikan pelajaran yang sudah dipersiapkan.

Prinsip-prinsip dalam menggunakan metode:

1. Tidak ada metode yang bisa dikatakan lebih efektif daripada yang lain. Masing-masing metode mempunyai kekuatan dan kelemahan sendiri.

2. Menggunakan beraneka macam metode tidak menjamin keberhasilan dalam hal mengajar.

3. Memakai metode-metode yang selalu sama pasti tidak akan menggairahkan para murid.

4. Metode-metode mengajar lebih efektif jika digunakan dalam Keterpaduan satu metode dengan yang lain.

5. Metode mengajar harus dapat melibatkan murid, bukan mengaktifkan hanya guru saja.

6. Setiap guru perlu mengerti dan menguasai segala macam metode.



Pemilihan metode mengajar yang tepat ditentukan oleh berbagai faktor.

1. Tujuan pelajaran

2. Kemampuan dan keterampilan guru dalam menggunakan metode

3. Bahan Pelajaran

4. Kebutuhan murid

5. Besarnya kelompok

6. Keterlibatan murid dalam arti menggiatkan murid dalam suasana interaktif yang baik

7. Fasilitas yang tersedia

8. Ukuran ruang kelas

9. Jarak antar kelas – jika kelas lain di ruang yang sama atau dekat, hindarilah kegaduhan

10. Usia murid dan kemampuannya

11. Latar belakang murid: etnis, pendidikan, sosiologis, spiritual yang mempengaruhi

12. Letaknya dalam rencana pelajaran, sesuai dengan 4 langkah yang sudah dibahas di atas.



Metode mengajar yang berpusat pada guru



1. Metode Cerita



Metode ini merupakan salah satu metode yang paling tua dan dipakai dalam segala macam kebudayaan, pada semua golongan umur dan untuk mencapai beraneka macam tujuan. Tuhan Yesus, Sang Guru Agung, sering menggunakan metode bercerita untuk menjadikan kebenaran abstrak akhirnya nyata. Contoh: cerita Anak yang Hilang menjelaskan kesediaan Allah Bapa untuk mengampuni orang berdosa.



Berikut ada beberapa prinsip yang perlu diingat sewaktu bercerita.

1. Suara, roman muka, dan gerak-gerik yang nyata pada guru sewaktu bercerita menambahkan gairah, perhatian dan pengertian agar cerita itu benar-benar hidup.

2. Pendahuluan cerita tidak boleh langsung memperkenalkan cerita itu. Contoh yang tidak baik: “Hari ini guru ingin bercerita tentang Goliat, raksasa besar yang melawan orang Israel.”

3. Isi cerita dengan segala nama, tempat dan kejadian-kejadian harus dijiwai oleh guru sehingga dengan spontan dan akurat ia dapat menyampaikan cerita. Cerita tidak boleh dibaca. Keterampilan bercerita dengan baik menuntut kerja keras dan banyak latihan.

4. Percakapan langsung atau dialog antara oknum-oknum dalam cerita akan menjadikan cerita sungguh hidup bagi murid.

5. Cerita harus menggambarkan permulaan yang biasa, kemudian bertambah seru sampai kepada puncaknya yang akhirnya menurun dengan drastic. Cerita harus dihentikan pada puncaknya.

6. Pelajaran rohani tidak cocok ditambahkan pada akhir cerita tatkala para murid sudah puas mendengar cerita. Contoh yang tidak baik: “Nah, anak-anak, kita harus berani seperti Daud.” Pelajaran rohani harus disisipkan dalam cerita pada bagian-bagian yang cocok agar perhatian murid tidak lenyap dan makna penting dari firman Tuhan sungguh-sungguh berkesan.



2. Metode Ceramah



Ceramah terdiri dari penjanjian secara langsung dari bahan-bahan pelajaran oleh guru. Metode ini akan gagal jika sikap guru ada pada materi dan bukan pada murid. Metode ini tidak cocok dipakai untuk anak golongan balita, indria, ataupun pratama, tetapi boleh dipakai untuk anak madya. Kebaikan metode ini ialah: cocok dipakai jika kelompok murid besar, jika waktu dan fasilitas serta ruangan terbatas, jika tingkat kemampuan murid cukup tinggi, dan jika cara guru menggunakan metode ini sungguh menarik dan disertai alat peraga. Metode ceramah bisa dianggap baik jika dipadukan dengan metode-metode lain sehingga ada variasi dalam cara mengajar.

Ada beberapa keburukan metode ini: sering membosankan, tidak memperhatikan kebutuhan-kebutuhan murid, memadamkan inisiatif murid dan melatih para murid untuk bergantung pada orang lain untuk pendapat mereka.



3. Metode Demonstrasi



Dengan metode ini guru dapat langsung mempertunjukkan dengan secara nyata apa yang dijelaskan secara abstrak. Agar berhasil, guru perlu mempersiapkan segala bahan yang dibutuhkan serta memberikan penjelasan yang sederhana sambil ia memberikan demonstrasinya. Contoh demonstrasi: bagaimana orang pada masa Perjanjian Lama berpakaian, cara murid-murid Yesus menjala ikan ataupun bagaimana orang pada masa dahulu menulis pada gulungan Kitab Suci.



4. Metode Audio-visual



Guru mempersiapkan kaset, film ataupun video yang akan diputarkan di kelas. Mutu kaset, film atau video harus tinggi karena metode ini meskipun menarik, tidak menguntungkan jika dipakai hanya untuk mengisi waktu. Sangat perlu dicoba dahulu di ruang kelas untuk memastikan bahwa apakah alat-alat teknis yang dibutuhkan untuk menjalankan alat audio-visual ini berjalan dengan baik.



Matode mengajar yang berpusat pada murid



1. Metode Tanya Jawab



Metode ini seperti metode bercerita termasuk metode mengajar yang paling lama dipakai. Tanya jawab dipakai dalam sinagoge pada masa dahulu dan Yesus juga sering menggunakan metode ini dalam mengajar murid-murid-Nya. Perjanjian Baru mencatat lebih dari 100 pertanyaan yang Yesus ajukan kepada orang yang diajar-Nya. Metode ini melibatkan guru dan para murid dalam proses belajar mengajar karena pertanyaan dapat diajukan oleh guru kepada murid, murid kepada guru, dan murid kepada murid. Sebaiknya bila guru merencanakan dan menulis lebih dahulu pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada murid. Harus dihindari pertayaan yang dapat dijawab dengan “ya”, “tidak” atau jawaban lain yang tidak menuntut pikiran.



Pertanyaan guru kepada murid mempunyai beberapa fungsi.

· Untuk membimbing pikiran – sebaiknya dipakai kata-kata tanya seperti “Mengapa” dan “Bagaimana”.

· Untuk mendorong penyelidikan Alkitab – pertanyaan dapat mendorong murid pratama dan madya untuk mencari jawaban dalam Alkitab.

· Untuk mengetahui sampai ke mana pengertian murid, apakah mereka memahami apakah yang sedang diajarkan.

· Untuk ulangan.



Pertanyaan murid kepada guru lebih tinggi nilainya karena Ternyata murid merangsang untuk berpikir dan menimbang isi pelajaran. Ternyata ada keinginan untuk mencari tahu dan rasa ingin tahu itu tidak boleh dipadamkan. Dengan pertanyaan dari murid, guru lebih mudah mengetahui sampai ke mana pengertian murid terhadap pelajaran. Perhatikan beberapa prinsip di bawah yang akan menolong guru kreatif memakai metode tanya jawab dengan baik.

· Setiap pertanyaan harus dihargai dan ditanggapi. Jika pertanyaan kurang berhubungan dengan pelajaran atau kurang penting, perlu dijawab dengan secepat dan sesingkat mungkin seakan akan tidak ada satu interupsi (penyelaan).

· Pertanyaan yang dapat dijawab oleh murid sendiri sebaiknya dilemparkan kepada dengan membimbing pikiran murid sehingga ia bisa mendapatkan jawaban bagi dirinya sendiri.

· Pertanyaan yang dapat dijawab bila murid menggunakan Alkitab dapat ditanggapi dengan mengarahkan murid kepada Kitab atau ayat dalam Alkitab yang dapat memberikan jawaban kepadanya.

· Pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh guru tanpa penyelidikan lebih lanjut harus diterima juga, bukan dengan sikap berlagak pintar atau dengan jawaban yang semu tetapi dengan pengakuan bahwa jawaban belum diketahui. Guru dapat berjanji untuk mencarikan jawaban yang akan dijelaskan pada pertemuan berikut.

· Pertanyaan yang menurut guru tidak akan baik pengaruhnya bila dibahas di dalam kelas dapat dijawab dan dibicarakan bersama murid yang bersangkutan sesudah jam kelas.

·



2. Metode Diskusi Kelompok



Metode diskusi kelompok menyangkut tanya jawab tetapi metode ini maju kepada pemecahan persoalan oleh kelompok. Metode ini jarang dipakai untuk anak-anak kecil. Diskusi kelompok biasanya berkisar pada satu persoalan yang muncul dari kebenaran firman Tuhan. Metode ini paling cocok untuk langkah Lihat dan Buat. Setelah persoalan diajukan oleh guru, murid-murid mulai menganalisa masalah dan memberikan masukan mereka masing-masing. Dengan pengarahan dari guru sebagai pemimpin, murid-murid dapat ditolong untuk memecahkan masalah tersebut berdasarkan kebenaran-kebenaran firman Tuhan yang baru dipelajari. Sebaiknya guru terlebih dahulu menyiapkan beberapa pertanyaan yang akan memimpin diskusi. Sebagai fasilitator dalam diskusi guru akan berusaha agar setiap murid sempat mengemukakan pendapatnya dan murid yang ingin memonopoli pembahasan dicegah.



3. Metode “Brainstorming” (sumbang saran)



metode ini cocok dipakai sebagai Pikat, maupun Lihat dan Buat Dimana murid-murid diberikan kesempatan untuk mengemukakan saran-saran mereka terhadap suatu tindakan ataupun suatu masalah. Semua saran diterima dan ditulis pada papan tulis tanpa dikomentari atau dikeritik. Kemudian semua saran dievaluasi oleh kelompok bersama untuk menentukan saran-saran yang paling cocok sebagai jawaban atau pemecahan masalah.



4. Metode “Buzz Group”



Buzz Group” ada persamaan dengan “brainstorming” karena metode ini juga memberikan kesempatan kepada murid untuk menyumbangkan ide-ide mereka tetapi dalam kelompok yang lebih kecil: antara 2-5 orang. Bergantung pada tujuan, hasil dari sumbangan para murid dapat dibagikan dengan seluruh kelas ataupun hanya dibagikan kepada murid lain dalam group kecil.



5. Metode Role Play



Metode ini memberikan peluang kepada murid-murid untuk memerankan sebuah situasi dalam hidup manusia tanpa diadakan latihan lebih dahulu. Biasanya diadakan oleh 2 orang atau lebih untuk menjelaskan cara bagaimana suatu masalah akan dipecahkan ataupun untuk mempertunjukkan kenyataan suatu sikap yang penting dalam hidup sehari-hari. Main peran ini paling cocok dipakai pada langkah Buat Dimana murid mempraktekkan kebenaran firman Tuhan yang baru diajarkan. Sebaiknya jika seluruh kelas menanggapi bersama hasil dari role play tersebut.



6. Metode Sandiwara



Metode ini adalah suatu cara yang sangat berguna karena anak-anak dapat mengambil bagian dalam melukiskan melalui drama sederhana dan singkat peristiwa-peristiwa dari cerita yang baru didengar. Sandiwara ini dapat dilakukan secara spontan di dalam kelas tanpa latihan. Anak-anak kecil suka sekali memainkan suatu peristiwa, misalnya cerita tentang Musa memimpin orang Israel melewati laut merah atau orang Israel mengelilingi kota Yerikho. Anak-anak yang lebih tua dapat melukiskan cerita dengan lebih sempurna jika metode diperkembangkan dengan sebaik-baiknya.



7. Metode Pekerjaan Tangan



Metode ini menarik karena dapat disesuaikan dengan setiap tingkatan umur dan memungkinkan murid-murid berbuat sesuatu dengan tangan yang akan mengingatkan mereka akan pelajaran Alkitab yang baru disajikan. Metode ini termasuk mewarnai gambar, menggunting dan mengelem ataupun bagi anak-anak yang lebih besar, membuat model bahtera, rumah di Palestina pada masa dulu kala ataupun kemah suci. Agar metode ini lebih efektif, sambil anak-anak bekerja, guru menyisipkan penjelasan tambahkan dari pelajaran serta mengajukan pertanyaan yang mendorong aplikasi dan respons dari para murid. Suatu keuntungan dari metode ini ialah bahwa seringkali hasil dari pekerjaan tangan dapat dibawa pulang dan berfungsi sebagai pengulangan pelajaran di rumah ataupun sebagai daya tarik bagi anggota keluarga yang belum percaya kepada Tuhan.



8. Metode Membaca



Anak-anak pratama yang baru belajar membaca senang mengisi buku pedoman murid atau lembaran yang memberikan bahan bacaan sederhana serta pertanyaan atau teka-teki yang harus diisi. Anak madya yang lebih mampu dalam hal membaca dan berpikir dapat mengisi suatu pelajaran penyelidikan Alkitab, menulis jawaban atas suatu studi kasus atau menulis respons terhadap firman Tuhan. Metode membaca cocok dipakai pada langkah lihat dan buat.



9. Metode Menghafal



Metode ini cocok untuk setiap anak sekolah minggu. Ayat-ayat yang dihafal harus berhubungan erat dengan pelajaran firman Tuhan pada hari itu, harus cukup bermutu dan harus disesuaikan dengan kemampuan murid untuk menghafalkannya. Sebelum ayat dihafal, guru harus menjelaskan kata-kata yang sulit dimengerti atau konsep yang jelas dalam ayat itu. Membeo saja tidak menguntungkan para murid. Terlebih dahulu mereka harus mengerti apa yang mereka hafalkan. Cara yang baik untuk mengajar hafalan ayat akan dijelaskan dikemudian hari.



10. Metode Musik dan Gerakan Irama



Musik menjadi daya tarik bagi anak-anak dan mereka senang dengan gerak irama. Karena lagu yang dipelajari dan dinyanyikan sering diulang-ulangi di luar Sekolah Minggu, maka metode ini berkesinambungan. Lagu-lagu yang dipilih harus cocok dengan umur anak dipandang dari segi musik, bahkan kata-kata. Lagu juga yang dipakai dalam kelas Sekolah Minggu sebaiknya berhubungan erat dengan pelajaran, tujuannya dan aplikasinya sehingga pada waktu anak-anak pulang, mereka dengan mengulangi nyanyian dapat mengingat kembali apa yang baru dipelajari dalam kelas. Anak-anak kecil paling senang dengan gerak irama atau “orkes ritme” yang terdiri dari alat-alat dapur yang sederhana: kaleng, sendok kayu dan baja, botol, mangkok plastik, ember kecil, piring, dls. Di kemudian hari musik dalam Sekolah Minggu akan dibahas secara lebih lengkap.



11. Metode-metode lainnya.



Metode-metode lain yang lebih cocok dengan anak madya akan didaftarkan tetapi tidak dijelaskan mengingat waktu yang terbatas: metode proyek, metode pemberian tugas (p.r), metode wawancara, metode karyawisata, metode kerja kelompok, metode panel, metode debat, dan metode studi kasus. Alat-alat perang juga termasuk metode mengajar tetapi akan dibahas pada session tersendiri.





SIKAP SEORANG GURU YANG KREATIF

Seorang guru dapat mengikuti segala pola yang sudah dijelaskan di atas tetapi belum mengajar secara kreatif. Kunci keberhasilan dalam kelas ialah guru. Oleh karena itu, akan didaftarkan beberapa ciri seorang guru yang kreatif.

1. Ia sungguh yakin bahwa mengenal Tuhan dan isi firman-Nya sangat penting bagi dirinya sendiri, bahkan bagi murid-murid yang ia bina.
2. Ia merasa bahwa mempelajari firman Tuhan sungguh menyenangkan.
3. Ia mempunyai keyakinan bahwa Tuhan memanggil dia untuk mengajar serta melengkapi dia dengan kemampuan-kemampuan khusus. Selain itu, ia juga mengerti bahwa daya cipta berasal dari Pencipta, yakni Tuhan sendiri, yang siap juga melengkapinya dengan kesanggupan untuk mengajar secara kreatif.
4. Ia menyukai murid-muridnya dan tugas yang diberikan kepadanya. Ia bersukacita dan menyatakan rasa senang pada saat ia mengajar.
5. Ia berusaha untuk mengenal setiap murid sehingga tujuan dan isi pelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan mereka.
6. Ia mengizinkan murid-murid menyatakan individualitasnya dan tidak menuntut setiap murid harus berbuat hak yang sama dengan murid lain. Ia juga mengiakan perbedaan-perbedaan yang nyata di antara murid-murid di kelas dan mendorong mereka untuk saling menerima perbedaan itu.
7. Sambil mengajar ia memperhatikan suasana kelas dan mencarikan cara untuk mengembalikan gairah dan semangat belajar pada murid-muridnya jika ia merasa bahwa sudah mulai hilang.
8. Ia mengembangkan imajinasinya dan memberikan peluang bagi murid-muridnya juga untuk berbuat hal yang sama.
9. ia berusaha untuk meningkatkan kretivitasnya dengan membaca dan memperhatikan cara orang lain mengajar, bekerja, berekreasi, bermain, dan memecahkan masalah secara kreatif.
10. ia memberikan waktu senggang untuk membayangkan bagaimana ia dapat melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda dari yang biasa.
11. Ia tahu rasa gagal dan tidak dihantui rasa takut untuk mencoba sesuatu yang baru. Ia lebih mengutamakan keberhasilan murid-muridnya daripada pandangan orang lain terhadapnya.



SUMBER BAHAN



Anderson, Mavis. Pola Mengajar Sekolah Minggu. Bandung: Kalam Hidup, 1983.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar